Pemburu telur semut merah atau kroto untuk makanan burung berkicau dan umpan memancing ikan, ternyata dapat mendongkrak ekonomi warga Kabupaten Lebak bagian selatan, meliputi Kecamatan Bayah, Wanasalam, Cihara dan Malingping.
"Saat ini harga telur semut merah atau `rarangge`, dibeli oleh pedagang pengumpul seharga Rp50.000 per kilogram, sehingga cukup menguntungkan," kata Udin (45), warga Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak, Banten.
Udin mengatakan, dirinya setiap hari bersama teman sekampung pergi ke hutan memburu telur semut yang umumnya bersarang di daun-daun pepohonan yang tinggi.
Pohon yang kerap "dihuni" untuk dijadikan darang bagi "rarangge" itu, umumnya yang menjulang cukup tinggi seperti pohon lame, petai, nangka dan mahoni.
Untuk memastikan telur semut ada, kata dia, dirinya melihat langsung ke atas pohon dengan cara memanjat.
Apabila ditemukan gerombolan semut dengan sarang yang bersisi, kata dia, langsung diulurkan alat penangkap berupa bambu sepanjang 15 meter yang bagian ujungnya terdapat jala dari bahan kain.
"Setiap kali melakukan pemburuan, saya bisa mendapatkan 2,5 kilogram telur semut, dan jika dijual laku seharga Rp125 ribu," katanya.
Dia mengaku telah menjadi pemburu telur semut merah sejak sepuluh tahun silam. Hasilnya, kini sudah bisa membangun rumah, membeli sepeda motor dan menyekolahkan anak-anak.
Pemburuan semut merah tentu tidak begitu mudah karena harus berani menanggung risiko, sebab jika terkena gigitan akan merasa perih dan gatal-gatal.
Karena itu, Udin mengatakan perlu sikap kehati-hatian saat melakukan pemburuan semut "rarangge".
Meskipun terasa sakit akibat gigitan semut itu, tetapi belum pernah terdengan ada pemburu yang sampai meninggal dunia setelah memburu semut merah.
"Ekonomi saya sangat terbantu dengan memburu kroto untuk pakan burung dan umpan bagi para penangkap ikan itu," katanya.
Begitu pula Sarif (40), seorang pemburu warga Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, menjelaskan bahwa dirinya setiap sore menjual hasil buruan telur semut ke pedagang pengumpul yang ada di sekitar Kecamatan Malingping.
"Saya menjual paling sedikit seberat dua kilogram dengan harga Rp100 ribu," katanya.
Sarif mengaku setiap hari berjalan kaki hingga puluhan kilometer ke pelosok-pelosok desa untuk mencari telur semut itu.
Bahkan, kata dia, masyarakat juga merasa terbantu jika pohon miliknya yang dihinggapi semut merah, dapat dibersihkan oleh para pemburu.
Menurut dia, pencarian kroto dapat menciptakan lapangan pekerjaan masyarakat, dan saat ini jumlah pemburu mencapai ratusan orang dengan minimal rata-rata pendapatan Rp50.000.
"Kami merasa beruntung sejak terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di pabrik sepatu Tangerang, kini pulang kampung bekerja sebagai pemburu kroto," katanya.
Sementara itu, H Dudung (60), warga Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping, mengatakan dirinya setiap hari menampung telur semut yang kebanyakan dari para pemburu asal Banten Selatan dan Kabupaten Pandeglang.
Telur semut tersebut selanjutnya disalurkan kepada bandarnya yang ada di daerah Tangerang dan Jakarta.
"Setiap sore kami menampung telur milik ratusan pemburu. Jumlah yang mereka jual tidak jarang mencapai satu sampai dua kwintal," Dudung.
Dudung menjelaskan bahwa dirinya telah 17 tahun bertindak sebagai penampung kroto, dan ini sangat membantu ekonomi masyarakat. Terbukti, banyak pencari kroto yang kehidupan ekonominya terus membaik.
"Itu bisa dibuktikan jika mereka datang ke sini selalu menggunakan sepeda motor. Bahkan ada anak-anak bisa kuliah di perguruan tinggi karena memburu kroto," katanya.
Dia menambahkan, selama menampung telur semut merah mampu membiayai dua anaknya hingga menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi di Jakarta. Selain itu juga telah umrah ke tanah suci Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji.
(fb/FB/ant)
Sumber :
http://vibizconsulting.com/column/index/regional/19883/berita_jawa
28 Maret 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar